Siswady Muna
Kamis, 26 Oktober 2017
Selasa, 03 Mei 2016
Ilmu Alamia Dasar
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan
pola budaya dalam suatu masyarakat.Perubahan sosial budaya merupakan gejala
umum yang terjadi sepanjang masa dalam setiap masyarakat.Perubahan itu terjadi sesuai dengan
hakikat dan sifat dasar manusia yang selalu ingin mengadakan
perubahan.Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya merupakan
penyebab dari perubahan. Dalam suatu proses modernisasi, suatu proses
perubahan yang direncanakan, melibatkan semua kondisi atau nilai-nilai sosial
dan kebudayaan secara integratif. Atas dasar ini, semua fihak, apakah tokoh ?
Tokoh masyarakat, formal atau non-formal, anggota masyarakat lainnya, apakah
dalam skala individual atau pun dalam skala kelompok, seyogianya memahami dan
menyadari, bahwa, manakala salah satu aspek atau unsur sosial atau kebudayaan
mengalami perubahan, maka unsur-unsur lainnya mesti menghadapi dan
mengharmonisikan kondisinya dengan unsur-unsur lain yang telah berubah terlebih
dulu.
Manusia
tidak terlepas dari kebutuhan untuk menyambung hidupnya. Kebutuhan manusia itu
terdiri dari dua yaitu kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Utuk mendapatkan
kebutuhan tersebut manusia sebaiknya menggunakan etika yang baik dan benar.
Namun akhir-akhir ini manusia seakan-akan lupa dengan etika yang baik dan benar
dalam mendapatkan kebutuhan yang ia perlukan. Oleh sebab itulah penyusun
makalah ini tertarik untuk membahas makalah ini yang berjudul “manusia,
kebutuhan dan etika”, yang insllah di dalamnya nanti kami akan hadirkan
pembahasan yang menuju kepada bagaimana manusia itu sendiri, apa dan bagaimana
sebenarnya kebutuhan manusia tersebut, serta seperti apa etika yang baik dan
benar yang harus dimiliki oleh manusia tersebut.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah
ini adalah sebagai berikut:
1. Apa itu
kebudayaan pranata sosial?
2. Apa itu
peradaban?
3. Bagaimana
perubahan sosial budaya?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pada makalah ini
adalah sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui apa itu kebudayaan pranata sosial
2.
Untuk mengetahui apa itu peradaban
3.
Untuk mengetahui bagaimana itu perubahan sosial budaya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kebudayaan Pranata Sosial
1. Pengertian
Pranata Sosial
Banyak
para ahli sosiologi yang memberikan pengertian tentang pranta sosial atau
lembaga sosial. Di antarnya adalah Robert Melver dan C.H. Page (Soekanto,
1984), mengartikan pranata sosial adalah lembaga sosial sebagai proedur atau
tata cara yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia yang
tergabung dalam suatu kelompok masyarakat.
Pengertian
tersebut sejalan dengan pendapat Leopold Von Wiese dan Becker (Soekanto; 1984),
lembaga sosial adalah jaringan proses hubungan antar manusia dan antar kelompok
yang berfungsi memelihara hubungan itu serta pola-polanya sesuai dengan minat
dan kepentingan individu dan kelompoknya.
Sedangkan
W.G. Sumner (Soekanto, 1984), melihat lembaga dari sudut pandang kebudayaan.
Pranata sosial adalah lembaga sosial yang merupakan perbuatan, cita- cita,
sikap, dan perlengkapan kebudayaan yang mempunyai sikap kekal serta yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat. Pengertian ini juga
sejalan dengan pendapat Koentjaraningrat (1980), dimana lembaga sosial adalah
suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas untuk
memenuhi kompleksitas kebutuhan khusus dalam kehidupan manusia
2. Fungsi Pranata Sosial
Pranata
sosial yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok manusia, pada
dasarnya mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:
a. Memberikan pedoman pada anggota
masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap di dalam
menghadapi masalah-masalah dalam masyarakat, terutama yang menyangkut
kebutuhan-kebutuhan.
b. Menjaga keutuhan masyarakat
c. Memberikan pegangan kepada
masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian social (social control). Artinya, sistem pengawasan masyarakat terhadap
tingkah laku anggota-anggotanya.
Fungsi-fungsinya
di atas menyatakan bahwa betapa pentingnya keberadaan pranata sosial bagi
masyarakat dan kebudayaannya. Dengan demikian, apabila Anda hendak mempelajari
kebudayaan dan masyarakat tertentu, maka harus pula diperhatikan secara teliti
lembagalembaga kemasyarakatan di masyarakat yang bersangkutan.
3. Jenis-Jenis
Pranata Sosial dan Contohnya
Beragamnya
aktivitas manusia dalam hidup bermasyarakat membawa konsekuensi terhadap
beragamnya bentuk dan jenis pranatanya sosial yang mengaturnya. Menurut Gillin
dan Gillin (Soekanto, 1984), pranata sosial dapat diklasifikasikan menjadi lima
kelompok, yaitu:
a. Crescive institutions dan enacted
institutions. merupakan klasifikasi pranata social berdasarkan perkembangannya. Crescive institutions disebut
juga pranata sosial primer, merupakan lembaga yang secara tak disengaja tumbuh
dari adat istiadat masyarakat. Contohnya: hak milik, perkawinan, agama, dan
seterusnya. Sedangkan enacted institutions adalah pranata sosial yang dengan
segaja dibentuk untuk memenuhi tujuan tertentu. Misalnya: lembaga utang
piutang, lembaga perdagangan, dan lembaga-lembaga pendidikan, yang kesemuanya
berakar pada kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat.
b. Basic institutions dan subsidiary
institutions. Pranata sosial tipe ini merupakan pengklasifikasian berdasarkan
nilai-nilai yang diterima masyarakat. Lahirnya pranata sosial ini (Basic
institutions) karena dipandang sebagai lembaga sosial yang sangat penting untuk
memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Di dalam masyarakat
Indonesia, keluarga, sekolah-sekolah, negara dan lain sebagainya dianggap
sebagai basic institutions yang pokok. Sebaliknya subsidiary institutins
dipandang relatif kurang penting dan lahir sebagai pranata sosial untuk
melengkapi aktivitas kebutuhan pokok. Misalnya: Kegiatan-kegiatan untuk
rekreasi.
c. Approved atau social
sanctioned institutions dan unsanctioned institutions.
Kedua tipe pranata sosial ini merupakan pengkalsifikasian berdasarkan
penerimaan masyarakat terhadap pranata sosial. Approved atau social sanctioned institutions
adalah lembaga-lembaga sosial yang diterima masyarakat, seperti: sekolah,
perusahaan dagang, dan lain-lain. Sebaliknya unsanctioned institutions adalah
lembaga sosial yang ditolak keberadaannya oleh masyarakat, walau kadang-kadang
masyarakat itu sendiri tiap berhasil memberantasnya. Misalnya, kelompok
penjahat, perampok, pemeras, pencoleng, dan lain-lain.
d. General institutions dan restricted
institutions Kedua pranata sosial ini merupakan hasil
pengklasifikasian berdasarkan pada
penyebarannya. Misalnya: pranata agama adalah suatu general institutions,
karena hampir dikenal oleh seluruh masyarakat di dunia. Sedangkan pranata agama
Islam, Kristen, Budha, Hindu, dan lainnya, merupakan restricted instiutions
karena dianut oleh masyarakat-masyarakat tertentu di dunia. Misalnya, agama
Islam banyak dianut oleh masyarakat di negara Arab Saudi, Indonesia, dan
Malaysia, sedangkan di Eropa mayoritas pemeluk agama Kristen.
e. Operative institutions dan regulative
institutions. Pranata sosial ini merupakan pengklasifikasian berdasarkan
fungsinya bagi masyarakat. Operative institutions adalah pranata sosial yang
berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata cara yang
diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti: lembaga industri.
Sedangkan regulative institutions adalah pranata sosial yang bertujuan untuk
mengawasi adat istiadat atau tata kelakuan yang tidak menjadi bagian mutlak
lembaga itu sendiri. Contoh: kejaksaan dan pengadilan. Klasifikasi
lembaga-lembaga sosial tersebut menunjukkan bahwa di dalam setiap masyarakat
akan dijumpai bermacam-macam lembaga sosial.
B. Peradaban
1.
Pengertian
Peradaban
Istilah peradaban sering
digunakan sebagai persamaan yang lebih luas dari istilah "budaya"
yang populer dalam kalangan akademis. Dimana
setiap manusia dapat berpartisipasi dalam sebuah budaya, yang dapat diartikan
sebagai "seni, adat istiadat, kebiasaan kepercayaan, nilai, bahan perilaku
dan kebiasaan dalam tradisi yang merupakan sebuah cara hidup
masyarakat".
Namun, dalam definisi yang
paling banyak digunakan, peradaban adalah istilah deskriptif yang relatif dan
kompleks untuk pertanian dan budaya kota. Peradaban dapat dibedakan dari budaya
lain oleh kompleksitas dan organisasi sosial dan beragam kegiatan ekonomi dan
budaya. Dalam sebuah pemahaman lama
tetapi masih sering dipergunakan adalah istilah "peradaban" dapat
digunakan dalam cara sebagai normatif baik dalam konteks sosial di mana rumit
dan budaya kota yang dianggap unggul lain "ganas" atau
"biadab" budaya, konsep dari "peradaban" digunakan sebagai
sinonim untuk "budaya (dan sering moral) Keunggulan dari kelompok
tertentu."
Dalam artian yang sama,
peradaban dapat berarti "perbaikan pemikiran, tata krama, atau rasa". Masyarakat yang mempraktikkan pertanian
secara intensif; memiliki pembagian kerja; dan kepadatan penduduk yang mencukupi untuk membentuk kota-kota.
"Peradaban" dapat juga digunakan dalam konteks luas untuk merujuk
pada seluruh atau tingkat pencapaian manusia dan penyebarannya (peradaban
manusia atau peradaban global).Istilah
peradaban sendiri sebenarnya bisa digunakan sebagai sebuah upaya manusia untuk
memakmurkan dirinya dan kehidupannya. Maka, dalam sebuah peradaban pasti tidak
akan dilepaskan dari tiga faktor yang menjadi tonggak berdirinya sebuah
peradaban. Ketiga faktor tersebut adalah sistem pemerintahan, sistem ekonomi,
dan IPTEK.
C. Manusia
1. Hakikat Manusia
Menurut Charles Darwin, manusia
berasal dari kera hasil perkembangan evolusioner selama jutaan tahun. Namun,
setelah di uji secara ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia sangat berbeda
dengan monyet, baik dari segi fisiologis, anatomis, maupun biologis. Dengan
kata lain, manusia adalah manusia, monyet adalah monyet, manusia lain sama
sekali dengan monyet. Teori evolusi Charles Darwin tidak dapat diterima.
Rohiman Notowidagdo (1996:17)
menyatakan bahwa Alquranlah yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Semenjak 14 (empat belas) abad yang lalu, dalam Alquran telah dijelaskan bahwa
manusia bukan keturunan kera, melainkan manusia (Adam) diciptakan Allah dari
tanah. Allah menciptakan manusia terdiri dari materi dan roh, melalui
tahapan-tahapan, dari turub menjadi
tanah, kemudian menjadi lumpur hitam yang diberi bentuk dan kemudian menjadi
tanah kering seperti tembikar, dan setelah disempurnakan bentuknya, Allah
meniupkan roh (ciptaan-Nya), maka terjadilah Adam. Manusia adalah makhluk
ciptaan Tuhan yang terdiri dari tubuh dan jiwa sebagai satu kesatuan yang utuh.
Tubuh adalah materi yang dapat dilihat, diraba, dan dirasa, wujudnya konkret,
tetapi tidak abadi.
Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan
yang paling sempurna jika dibandingkan dengan makhluk-makhluk yang lain. Akal (ratio, ciptaan) berfungsi sebagai alat
berpikir dan sumber ilmu pengetahuan dan teknologi (science and technology). Dengan akal manusia menilai fakta,
peristiwa, atau lingkungan mana yang benar dan mana yang salah.
Dalam 2 (dua) keadaan yang bertolak
belakang ini manusia berada pada posisi sentral, artinya manusialah yang
mempertimbangkan, menilai, dan berkehendak menciptakan kebenaran, kebaikan,
kegunaan, serta lingkungan sehat, atau sebaliknya menciptakan kesalahan,
keburukan, dan kerugian serta pencermaran lingkungan.
2. Daya Indera dan Daya Rasa
Sebagai makhluk sempurna ciptaan
Tuhan, manusia dibekali dengan daya indera dan daya rasa. Daya indera diperoleh
melalui pancaindera yang terdiri dari:
a.
Mata untuk
melihat
b. Telinga untuk mendengar
c.
Lidah
untuh mengecap (taste)
d. Hidung untuk mencium bau, dan
e.
Kulit
untuk merasa (sentuhan)
Pancaindera tersebut menghubungkan
diri manusia dengan lingkungan sekitarnya atau dunia. Dengan pancaindera
manusia menikmati keindahan, kesenangan, dan kebahagiaan. Sedangkan perasaan
rohani adalah perasaan luhur yang hanya terdapat pada manusia. Perasaan rohani
ada 6 (enam) macam, yaitu:
a.
Perasaan
intelektual (pengetahuan)
b. Perasaan estetis (keindahan)
c.
Perasaan
etis (kebaikan)
d. Perasaan diri (harga diri)
e.
Perasaan
sosial (kelompok, korp atau hidup bermasyarakat)
f.
Perasaan
religious (agama atau kepercayaan)
3.
Teori Eksistensialisme
Menurut Soren Kierkegaard, teori
eksistensialisme memandang manusia itu secara konkret seperti yang kita
saksikan dalam kehidupan sehari-hari. Eksistensi manusia dalam konteks
kehidupan konkret adalah makhluk alamiah yang terikat dengan lingkungannya
(ekologi), memiliki sifat-sifat alamiah, dan tunduk pada hokum alamiah pula.
Kierkegaard menyatakan bahwa hidup
manusia mempunyai 3 (tiga) taraf, yaitu estetis, etis, dan relegius. Pada taraf
kehidupan estetis, manusia mampu menangkap dunia lingkungan sekitarnya sebagai
dunia yang mengangumkan dan mengungkapkannya kembali dalam karya lukisan,
tarian, dan nyayian yang indah. Pada taraf kehidupan etis, manusia meningkatkan
kehidupan estetis ke dalam tingkatan manusiawi dalam bentuk-bentuk keputusan
bebas dan dipertanggungjwabkan. Pada taraf kehidupan relegius, manusia
menghayati pertemuannya dengan Tuhan sang pencipta.
Manusia menurut teori
eksistensialisme dari Soren Kierkegaard adalah makhluk ciptaan Tuhan yang
terikat dengan lingkungan (ekologi), mempunyai kualitas dan martabat karena
kemampuan bekerja keras dan mencipta.
D.
Kebutuhan Manusia
Kebutuhan manusia pada dasarnya
meliputi 3 (tiga) jenis kebutuhan berikut ini:
1. Kebutuhan Jasmani
Kebutuhan jasmani adalah kebutuhan
material yang berguna bagi pengembangan raga, kelangsungan hidup, dan untuk
bertahap hidup. Kebutuhan jasmani atau fisik terdiri dari 4 (empat) jenis:
a. Pangan, yaitu makanan dan minuman
untuk mengatasi rasa lapar dan haus.
b. Sandang, yaitu pakaian yang mnutupi
badan untuk mengatasi rasa dingin dan panas serta gigitan binatang.
c. Rumah, yaitu tempat tinggal dan
berlindung bagi keluarga selama hidupnya.
d. Olahraga, yaitu kegitan untuk
memelihara kesehatan badan.
2. Kebutuhan Rohani
Kebutuhan rohani adalah kebutuhan
immaterial yang berguna bagi pengembangan jiwa, intelektual, kesenian, dan
ketakwaan kepada Tuhan. Kebutuhan rohani disebut juga kebutuhan kejiwaan (psychological needs). Kebutuhan ini
terdiri dari:
a.
Pendidikan
dan perlatihan
b. Hiburan
c.
Kesenian
d. Keagamaan
3. Kebutuhan Biologis
Kebutuhan biologis adalah kebutuhan
yang berguna bagi pengembangan keluarga dan kelangsungan generasi.
4. Pemenuhan Kebutuhan
Kebutuhan manusia hanya dapat
dipenuhi dalam jumlah terbatas. Kalau tidak dibatasi atau berlebihan, berarti
akan merusak kelestarian dan keserasian alam lingkungannya yang justru dapat
menimbuklan malapetaka bagi menusia sendiri. Dalam kondisi begini perilaku etis
dan estetis manusia berubah menjadi perilaku amolal dan jahat yang tidak
manusiawi, bertentangan dengan hakikat manusia.
E.
Perubahan Sosial
1.
Teori perubahan social
a. Teori Evolusioner
Semua
teori evolusioner menilai bahwa perubahan sosial memiliki arah tetap yang
dilalui oleh masyarakat. Semua masyarakat itu melalui urutan pertahapan yang
sama dan bermula dari tahap perkembangan awal menuju ketahap perkembangan
terakhir. Disamping itu, teori-teori evolusiner menyatakan bahwa manakala tahap
terakhir telah dicapai, maka saat itu perubahan evolusioner pun berakhir.
Auguste
Conte (1798-1857), seorang sarjana perancis yang kadangkala disebut sebagai
pendiri sosiologi, melihat adanya tiga tahap perkembangan yang dilakukan oleh
masyarakat :
1. tahap teologis (Theological
stage), yakni tahap dimana masyarakat yang percaya dan merasa
dikelilingi kekuatan-kekuatan gaib adikodrati (supernatural);
2. tahap metafisik (methaphysical
stage) , yakni tahap peralihan dimana kepercayaan terhadap unsur
kodrati digeser oleh prinsip-prinsip abstrak yang berperan sebagai dasar
perkembangan budaya; dan
3. tahap positif atau tahap ilmiah (positive
or scientific stage), dimana masyarakat diarahkan oleh kenyataan
empirik yang didukung oleh prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.
a. Teori Siklus
Para
penganut teori siklus melihat adanya sejumlah tahap yang harus dilalui oleh
masyarakat, dan mereka berpandangan bahwa peralihan masayarakat bukan terakhir
pada tahap “terakhir” yang seumpurna melainkan berputar kembali kepada tahap
awal untuk peralihan selanjutnya.
Oswald
spengler, seorang ahli filsafat jerman berpandangan bahwa setiap peradaban
besar mengalami proses pentahapan kelahiran, pertumbuhan, dan keruntuhan. Proses
perputaran memakan waktu sekitar seribu tahun.
b. Teori Fungsional dan Teori Konflik
Teori
fungsional penerimaan perubahan sebagai suatu yang konstan dan tidak memerlukan
‘penjelasan’.Perubahan dianggap mengacaukan keseimbangan masyarakat. Proses
pengacauan berhenti pada saat perubahan tersebut telah diintegrasikan kedalam
kebudayaan. Perubahan yang ternyata bermanfaat (fungsional) akan
diterima sedangkan perubahan lain yang terbukti tidak berguna (disfungsional) akan
ditolak.
Teori
konflik mengikuti pola perubahan evolusioner marx. Teori konflik menilai bahwa
yang konstan adalah konflik sosial bukan perubahan.Perubahan hanyalah akibat
dari adanya konflik tersebut.karena konflik berlangsung terus menerus, maka
perubahan pun demikian adanya. Perubahan menciptakan kelompok baru dan kelas
sosial baru.Konflik antar kelompok dan antar kelas sosial melahirkan perubahan
berikutnya. Setiap perubahan tertentu menunjukan keberhasilan kelompok atau
kelas sosial pemenang dalam melaksanakan kehendaknya terhadap kelompok lain.
b. Proses
Perubahan Sosial
William F.
Ogburn merupakan ilmuan pertama yang melakukan penelitian terinci tentang
perubahan sosial.Ada beberapa faktor yang mendorong terjadinya perubahan sosial
seperti adanya penemuan, invensi, dan difusi. Penemuan ini merupakan persepsi
manusia yang dianut secara bersama, mengenai suatu aspek kenyataan yang semula
sudah ada. Penemuan baru akan menjadi faktor sosial jika sudah didaya gunakan.
Invesi sering disebut sebagai kombinasi baru atau cara pengetahuan yang sudah
ada.
Pada tahun
1895 George selden mengkombinasikan mesin gas cair, tangki gas cair, gigi
persteling, kopeling, tangaki kemudi (stir), dan badan kereta, kemudian
mematenkan mesin aneh tersebut sebagai mobil. Tidak satupun dari semua benda
tersebut yang baru diciptakan. Satu-satunya yang baru adalah pengguanaan
segenap alat itu dengan cara menggabung-gabungkannya. Hak paten selden mendapat
kecaman dan pada akhirnya hak patennya dicabut kembali oleh badan pengadilan
dengan alasan bahwa ide pengkombinasian alat-alat tersebut bukanlah ide asli
selden.
Invensi
dapat dibagi menjadi dua klasifikasi yaitu invensi material (misalnya busur dan
anak panah, telepon dan pesawat terbang) dan invensi sosial (misalnya abjad,
pemerintahan konstitusional dan perusahaan).
F.
Fenomena Sosial Budaya
Fenomena
sosial budaya saling terkait satu dengan yang lain, keduanya dapat dibedakan,
tetapi tidak terpisahkan. Struktur sosial masyarakat dan kebudayaan adalah
suatu konteks, suatu lingkungan dan segala sesuatu yang berada di dalamnya
dapat dimengerti.Masyarakat dengan kebudayaannya menjelaskan citra orang
tentang ciri-ciri kepribadian yang diinginkan dan diupayakan realisasinya.
Masyarakat
Indonesia sangat heterogen secara sosiokultural, tingkat perkembangan mereka,
dan respon mereka terhadap berbagai fenomena kehidupan internal dan
eksternal.Setiap orang pada dasarnya adalah suatu kesatuan
bio-psiko-sosio-kultural.Kesatuan bio-psiko-kultural hanya dapat berkembang di
dalam konteks sosio-kultural. Salah satu cara memperoleh informasi
konteks-sosio-kultural adalah mempelajari hasil-hasil kajian sosioantropologi
umumnya dan sosioantropologi pendidikan khususnya.
Seperti
telah umum diketahui, masyarakat dipelajari oleh berbagai disiplin ilmu:
sosiologi, sejarah, ekonomi, demografi, antropologi, ilmu politik, dan
psikologi sosial. Masing-masing mempelajari masyarakat dengan tujuan dan sudut
pandang yang berbeda sehingga suatu disiplin ilmu sosial tak akan mampu
mengungkap semua realitas masyarakat, apalagi mengklaim hasil kajiannya
mewakili upaya menjelaskan dan memahami masyarakat.
Dimensi
demografik melihat
fenomena sosial terdiri atas pengelompokan orang menurut pola kelahiran,
kematian, migrasi dan lain-lain yang berpengaruh terhadap fenomena sosial yang
ada. Dimensi psikologik memberikan bahan bagaimana
memahami fenomena sosial dengan memperhatikan makna pribadi yang terlibat,
misalnya yang berkaitan dengan berpikir, motivasi, reaksi emosional, kecakapan
sosial, sikap sosial dan jati diri. Dimesi kolektif akan
membantu memahami perilaku di dalam kelompok di masyarakat. Misalnya kerjasama,
persaingan dan bahkan konflik antar kelompok.
Dimensi
hubungan sosial seperti
terdapat di dalam kajian, tentang peranan sosial merupakan hal yang perlu
diperhatikan dalam kajian sosiologik, misalnya berkembangnya struktur sosial di
dalam suatu birokrasi atau organisasi.Yang terakhir adalah Dimensi
kultural. Ahli sosiologi dapat mengkaji masyarakat secara utuh
meliputi hal-hal yang berkaitan dengan aturan dan sistem nilai yang mengatur
perilaku individu berhubungan dengan individu ataupun kelompok lain.
Konsentrasi penggunaan dimensi tertentu dipilih berdasarkan relevansinya dengan
kajian sosiologi yang dikerjakan.
G.
Masyarakat Dan Kebudayaan
Pada
kelompok masyarakat terjadi interaksi social dalam memenuhi tuntutan kehidupan,
mulai dari kebutuhan yang paling mendasar seperti makan-minum, dorongan
biologis, keamanan terhadap tantangan alam (cuaca, binatang buas,
bencana, dll) sampai pada kebutuhan aktualisasi diri serta kebutuhan yang
lebih tinggi tingkat derajatnya. Dalam menjalin situasi yang demikian, baik
melalui proses alamiah dari tuntunan tersebut maupun atas dasar kesepakatan,
tumbuhlah nilai, norma, kelaziman, dan aturan-aturan lain yang menjamin
berlangsungnya interaksi social di lingkunagn yang bersangkutan.
Pada
masyarakat sederhana bagaimanapun, interaksi social, tuntutan kebutuhan,
tantangan alam, dan tantangan kehidupan pada umumnya selalu melekat pada diri
masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu pertumbuhan dan perkembangan
karya,cipta, rasa dan karsa selalu terjadi. Dengan kata lain, pada
masyarakat tersebut berkembang kebudayaan yang menjadi ciri dan jati diri nya.
Sejarah
mencatat bahwa masyarakat manusia mengalami tahap-tahap kehidupan mulai dari masyarakat
ekonomi peramu sederhana (simple food gathering economics), ke masyarakat
ekonomi peramu lebih maju (advance food gathering economics), berikutnya
masyarakat ekonomi pertanian sederhana (simple agriculture economics),
selanjutnya masyarakat ekonomi pertanian lebih maju (advance agriculture
economics), dan akhirnya masyarakat ekonomi industry (industrial economics.
Perkembangan tersebut terkait dengan perkembangan upaya manusianya memanfaatkan
akal mereka (budaya)dalam memenuhi tuntutan kebutuhan dan tantangan alam
lingkungan yang menyediakan sumber daya serta yang menjadi ruang hidup pada
umumya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Banyak
para ahli sosiologi yang memberikan pengertian tentang pranta sosial atau
lembaga sosial. Di antarnya adalah Robert Melver dan C.H. Page (Soekanto,
1984), mengartikan pranata sosial adalah lembaga sosial sebagai proedur atau
tata cara yang telah diciptakan untuk mengatur hubungan antar manusia yang
tergabung dalam suatu kelompok masyarakat.
Pengertian
tersebut sejalan dengan pendapat Leopold Von Wiese dan Becker (Soekanto; 1984),
lembaga sosial adalah jaringan proses hubungan antar manusia dan antar kelompok
yang berfungsi memelihara hubungan itu serta pola-polanya sesuai dengan minat
dan kepentingan individu dan kelompoknya.
Menurut Charles Darwin, manusia
berasal dari kera hasil perkembangan evolusioner selama jutaan tahun. Namun,
setelah di uji secara ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia sangat berbeda
dengan monyet, baik dari segi fisiologis, anatomis, maupun biologis. Dengan
kata lain, manusia adalah manusia, monyet adalah monyet, manusia lain sama
sekali dengan monyet. Teori evolusi Charles Darwin tidak dapat diterima.
B.
Saran
Berdasarkan pembahasan diatas kami
mengharapkan saran-saran dari pembaca yang bisa membangun dan membuat
makalah ini bisa menjadi lebih baik lagi. Kami sadar bahwa makalah kami ini
masih jauh dari kata sempurna dan belum sepenuhnya ideal
DAFTAR PUSTAKA
Sulistyono,T.2001. Sosioantropologi Pendidikan.
Yogyakarta: FIP UNY
Suyata
Drs. MSc., Ph.D. 2000. Sosio-Antropologi Pendidikan. Yogyakarta:
FSP FIP UNY.
Nursid
Sumaatmadja DR. 1998. Manusia dalam Konteks sosial, budaya, dan
lingkungan hidup. Bandung: Alfabeta.
Muhammad,
Abdulkadir. 2008. Ilmu Sosial Budaya
Dasar. Bandung: Citra Aditya Bakti
KATA PENGANTAR
Puji
serta syukur marilah kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan begitu banyak nikmat yang mana makhluk-Nya pun tidak akan menyadari
begitu banyak nikmat yang telah didapatkan dari Allah SWT. Selain itu, penulis
juga merasa sangat bersyukur karena telah mendapatkan hidayah-Nya baik iman
maupun islam.
Dengan
nikmat dan hidayah-Nya pula saya dapat menyelesaikan penulisan makalah ini yang
merupakan tugas mata kuliah ilmiah dasar.
Penulis sampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada dosen pihak yang turut membantu proses penyusunan
makalah ini.
Penulis
menyadari dalam makalah ini masih begitu banyak kekurangan-kekurangan dan
kesalahan-kesalahan baik dari isinya maupun struktur penulisannya, oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran positif untuk perbaikan
dikemudian hari.
Demikian
semoga makalah ini memberikan manfaat umumnya pada para pembaca dan khususnya
bagi penulis sendiri. Amin.
Makassar, 10 April 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR
ISI................................................................................................. ii
BAB
I PENDAHULUAN............................................................................ 1
A.
Latar Belakang......................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah.................................................................................... 2
C.
Tujuan...................................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN............................................................................. 3
A. Kebudayaan Pranata Sosial..................................................................... 3
B. Peradaban................................................................................................ 5
C. Manusia ................................................................................................... 6
D. Kebutuhan Manusia................................................................................. 8
E.
Perubahan Sosial...................................................................................... 9
F.
Fenomena Sosial Budaya......................................................................... 11
G.
Masyarakat Dan Kebudayaan ................................................................. 13
BAB
III PENUTUP...................................................................................... 14
A.
Kesimpulan.............................................................................................. 14
B.
Saran........................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA
Langganan:
Postingan (Atom)